Daftar Blog Saya

Selasa, 29 November 2011

laporan pH Tanah


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Pertanian Ekologis (PE) merupakan sistem budidaya tanaman yang berpihak kepada kelestarian lingkungan hidup serta kesehatan konsumennya.  Pada dasarnya, sistem ini bukan merupakan sebuah konsep baru, tetapi merupakan suatu cara bertani yang sudah dikembangkan sebelum diterapkannya pertanian konvensional (revolusi hijau).  Namun, keakraban petani dengan sistem pertanian konvensional pada saat ini menyebabkan pengetahuan tentang pola pertanian ekologis dan keterampilan dalam menerapkan sistem pertanian yang sejak dulu telah dilakukan tersebut menjadi terlupakan.
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Tanah merupakan elemen dasar yang tidak terpisahkan dalam dunia pertanian. Tanpa adanya tanah mustahil kita bisa menanam padi, palawija, sayuran, buah-buahan maupun kehutanan meskipun saat ini telah banyak dikembangkan sistim bercocok tanam tanpa tanah, misalnya Hidroponik, Airoponik dan lain-lain, tetapi apabila usaha budidaya tanaman dalam skala luas masih lebih ekonomis dan efisien menggunakan media tanah. Mengingat pentingnya peranan tanah dalam usahatani, maka pengelolaan tanah untuk usahatani haruslah dilakukan sebaik mungkin guna menjaga kesuburan tanahnya. Tanah yang memenuhi syarat agar pertumbuhan tanaman bisa optimal tentulah harus memiliki kandungan unsur hara yang cukup,mengandung banyak bahan organik yang menguntungkan.
Tanah yang semula subur dapat berkurang kualitasnya oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah dengan seringnya tanah tersebut dimanfaatkan tanpa mengalami proses istirahat. Dengan seringnya kita memanfaatkan tanah, maka unsur hara yang terkandung di dalamnyapun sedikit demi sedikit akan berkurang. Tanah yang subur dan mudah di olah sangat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Tanah memiliki sifat fisik, sifat biologi, dan sifat kimia. Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan diteliti seperti warna tanah, tekstur tanah, kepadatan tanah, suhu tanah, struktur tanah, banyaknya mikroorganisme yang hidupjamur tanah dan pernapasan tanah. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat dasar tanah yang memiliki derajat keasaman atau pH yang berbeda-beda
Beberapa pembatas tanah, terutama untuk tanaman pangan adalah (1) ketebalan dan kematangan gambut, (2) pH yang rendah, (3) kejenuhan air, (4) kandungan bahan organik yang tinggi, (5) porous yang terbuka, (6) drainase yang jelek, (7) miskin unsur hara (Munir, 1996)
Selain kandungan unsur hara dalam tanah, yang menentukan tingkat kesuburan tanah ialah tingkat kemasaman tanah (pH). Tingkat kemasaman dalam tanah juga berperan dalam menentukan unsur organik yang ada di dalam tanah. Dengan kata lain tingkat kemesaman (pH) uga berhubungan dengan ketersediaannya hara dalam tanah.

1.2 Tujuan Dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Untuk mengetahui definisi mengenai pH, karakter dari pH (asam, netral basa), serta fungsi pengaruh dari pH dalam tanah.

1.2.2 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui definisi mengenai pH, karakter dari pH (asam, netral basa), serta fungsi pengaruh dari pH dalam tanah.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

              Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 2009).
              Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 2009).
              Hasil pengukuran pH H2O tanah menunjukkan terdapat beda nyata antar perlakuan. Tanah yang tidak diperlakukan dengan budidaya organik menunjukkan kecenderungan pH lebih rendah. Lebih rendahnya pH pada pertanian non organik disebabkan pemakaian pupuk pabrik terutama urea yang makin lama akan memasamkan tanah. Bahan organik mempunyai daya sangga (buffer capacity) yang besar sehingga apabila tanah cukup mengandung komponen ini, maka pH tanah relatif stabil (Utami dan Handayani, 2003).
             
             



              pH KCl menunjukkan jumlah hidrogen yang mendominasi kompleks pertukaran dan larutan tanah. Hasil analsis statistik menunjukkan hanya 2 perlakuan pertanian non organik yang menunjukkan beda nyata, sementara 4 lainnya (2 pertanian organik dan 2 pertanian non organik) menunjukkan tidak beda nyata. Ini sesuai dengan pernyataan di atas bahwa waktu 5 tahun belum cukup mempengaruhi sifat dakhil tanah, yang paling terpengaruh adalah larutan tanah (Utami dan Handayani, 2003).
Menurut penelitian Yunan, dkk yang berjudul Karakteristik Tanah Yang Berkembang Dari Batuan Diorit Dan Andesit Kabupaten Sleman, Yogyakarta (2006), Analisis reaksi tanah bertujuan untuk mengetahui taraf kemasaman tanah. Profil GW1 mempunyai pH H2O dengan kisaran antara 5,4 sampai 5,8 (masam). pH KCl 4,0 sampai 4,2. Profil GW2 mempunyai pH H2O dengan kisaran 5.8 ( masam) sampai 7.0 (netral). pH KCl 4,4 sampai 5,7. Profil GBT mempunyai pH H2O dengan kisaran 7,0 (netral) sampai 7,9 ( basis). pH KCl 5,0 sampai 6,3 (masam). Profil DV mempunyai pH H2O dengan kisaran 6,2 (agak masam) sampai 6,5 (agak masam), peningkatan pH tanah berdasarkan jeluk ini disebabkan oleh pengaruh bahan induk sebab semakin kearah batuan induk maka pH tanah akan mendekati pH netral sebab batuan induk termasuk calam kelompok batuan basis. pH KCl dengan kisaran 4,7 sampai 5,2. Hal diatas menggambarkan tanah di daerah penelitian dirajai oleh tanah yang bermuatan negatif karena selisih antara pH (KCl) dan pH (H2O) bernilai negatif.






                                                                                             


BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Pengambilan sampel dilaksanakan pada Hari Rabu, 23 November 2011. Tempat praktikum di Laboratorium Kimia Jurusan Tanah Fakultas Pertanian

3.1. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Botol kocok
2. Gelas Ukur
3. Mesin Pengocok
4. pH meter
5. Neraca

3.2.2 Bahan
1. Sampel tanah kering angin
2. Larutan buffer pH 7,00 dan pH 4,00
3. KCL 1M

3.3 Cara Kerja
1.    Menimbang 2 kali contoh tanah sebanyak 10 gr
2.    Masukkan masing-masing contoh kedalam botol kocok
3.    Menambahkan 25 ml air pada botol pertama (pH H2O) dan tambahkan 25 ml KCL 1M pada botol kedua (pH KCL)
4.    Mengocok dengan mesin pengocok selama 3o menit kemudian ukur suspensinya dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,00 dan pH 4,00.


BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Definisi pH
pH adalah tingakat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. Sebagai contoh, jus jeruk dan air aki mempunyai pH antara 0 hingga 7, sedangkan air laut dan cairan pemutih mempunyai sifat basa (yang juga di sebut sebagai alkaline) dengan nilai pH 7 – 14. Air murni adalah netral atau mempunyai nilai pH 7.

4.2 Karakteristik ph
            Ciri umum tanah masam adalah nilai pH tanah rata-rata kurang dari 4,0 dan tingginya kandungan unsur aluminium. Tanah mineral masam memiliki kendala fisik, antara lain; pertama, kandungan bahan organik yang rendah yaitu sekitar 2% bahkan banyak tanah yang telah diusahakan untuk pertanian lebih rendah lagi. Daerah tropika yang lembab dan temperatur yang tinggi merangsang aktivitas mikroorganisme untuk melakukan dekomposisi bahan organik tanah. Kedua, rendahnya kandungan bahan organik tanah ini menyebabkan stabilitas agregat yang rendah sehingga tanah akan mudah mengalami erosi. Ketiga, rendahnya kandungan bahan organik ini juga mempengaruhi daya simpan air dimana daya simpan air pada tanah ini sangat rendah. Keempat, secara fisiografis tanah umumnya tanah mineral masam terletak pada wilayah yang berlereng, sehingga dengan curah hujan yang tinggi pada tanah berlereng, tanah tersebut akan mudah mengalami erosi (Barchia, 2009).
            Tanah dengan pH netral merupakan jenis tanah yang mempunyai lapisan solum yang cukup tebal, teksturnya agak bervariasi lempung sampai liat, dengan struktur gumpal bersudut, sedang konsistensinya adalah gempur sampai teguh. Kandungan bahan organik umumnya rendah sampai sangat rendah. Reaksi tanah (pH) sekitar 6,0-7,0. Kadar unsure hara yang terkandung umumnya tinggi, tetapi banyak tergantung kepada bahan induknya. Daya menehan air sederhana, begitupula permeabilitasnya adalah sedang. Air kadang-kadang merupakan faktor pembatas. Kepekaan terhadap bahaya erosi adalah sedang sampai besar. Tanah yang memiliki pH netral, mempunyai sifat-sifat fisik yang sedang sampai baik. Sifat kimia umumnya baik, sehingga nilai produktivitas ntanah adalah sedang sampai tinggi (Pemerintah Kabupateh Garut, 2011).
            Umumnya terdapat jenis podsolit coklat. Bahan organiknya rendah, kejenuhan bangsa tinggi, serta kepekaan terhadap erosi tinggi. Penggunaan tanah ini umumnnya untuk hutan atau kayu-kayu.

4.3 Fungsi Pengaruh dari pH Dalam Tanah
pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit.
Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman pada Ph antara 6,0 hingga 7,0.
Beberapa bakteri membantu tanaman mendapatkan N dengan mengubah N di atmosfer menjadi bentuk N yang dapat digunakan oleh tanaman. Bakteri ini hidup di dalam nodule akar tanaman legume (seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi secara baik bilamana tanaman dimana bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah dengan kisaran pH yang sesuai.
Sebagai contoh, alfalfa tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6,2 hingga 7,8; sementara itu kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran pH 6,0 hingga 7,0. Kacang tanah tumbh dengan baik pada tanah dengan pH 5,3 hingga 6,6. Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-semak serta buah-buahan tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang cukup.
Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut.
Herbisida, pestisida, fungsisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri. Mengetahui pH tanah, apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan dimana hal ini akan menyebabkan polusi pada sungai, danau, dan air tanah.

4.4 Analisis Data
            Dapat diketahui bahwa data hasil dari percobaan menunjukkan perbedaan antara masing-masing pH menurut jenis tanah. Tingkat keasaman untuk tanah sawah dengan percobaan menggunakan larutan H2O pH menunjukkan 6,17 sedangkan untuk penggunaan larutan KCL pH 5,12. Untuk tanah tegalan percobaan menggunakan larutan H2O pH menunjukkan 6,77 dan pH KCl 5,8. pH untuk tanah Agrotchno Park pH H2O 6,18 dan pH KCl 5,59. Terakhir hasil analisis dari tanah tererosi dengan pH H2O 6,10 dan pH KCl 5,40.
            Dri data di atas keempat jenis tanah (tanah sawah, tanah tegalan, tanah Agrotechno Park dan tanah tererosi) memiliki pH dibawah 7, baik dari pH H2O ataupun pH KCl. Dengan kata lain keempat tanah tersebut merupakan tanah kategori tanah yang memiliki kandungan pH asam.
`
4.5  Rekomendasi Berdasarkan Analisis Data
Setelah nilai pH sudah kita ketahui, maka kita dapat memperkirakan tanaman apa yang cocok dengan kondisi tanah kita. Memang sulit bila kita ingin menyiapkan unsur hara yang benar-benar dibutuhkan tanaman pertanian hanya didasarkan pada ukuran pH saja. Alternatif lain adalah memperkirakan kondisi lahan setempat secara umum yang menunjukkan tanaman mana yang paling cocok, paling optimal tumbuhnya. Hampir sebagian besar tanaman lebih menyukai kondisi lahan dengan tingkat keasaman yang sedang. Tanah yang terlalu asam maupun terlalu basa akan mencegah tanaman mengabsorbsi (menyerap) nutrisi dalam tanah meskipun unsur hara tersedia bahkan melimpah. pH 5,5 – 6,5 jenis tanaman ideal : kacang, wortel, bunga krisan, jagung, terong, bawang, tembakau, tomat, lada, waluh, squash, strawberry.
Tanah yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi tidak baik bagi pertumbuhan tanaman karena akan secara langsung “menahan” serta mencegah unsur untuk diserap tanaman. Cara yang paling mudah untuk menyesuaikan tingkat keasaman tanah agar bisa diterima oleh tanaman bersangkutan hanyalah melalui aplikasi /pemberian kapur. Kapur untuk tanah tersedia dalam berbagai bentuk. Namun yang paling sering digunakan adalah kapur dolomit. Penggunaan kapur dolomit ini karena dia memiliki kandungan kalsium yang tinggi, trace element dan tahan lama pengaruhnya. Umumnya, kapur diperlukan setiap tiga tahun sekali untuk tanah yang memiliki tingkat keasaman tinggi, dengan cara memberikan rata-rata 5 pound per 100 kaki persegi. Jumlah ini akan menurunkan pH sebanyak 1. Bahan lain yang juga bisa digunakan untuk menurunkan keasaman adalah debu/sisa pembakaran kayu. Abu kayu kaya akan potasium. Semakin keras kayunya, maka semakin bagus kandungan nutrisinya. Perlu diketahui pula bila kita memberikan kapur dalam jumlah yang tidak tepat apalagi berlebih maka akan menyebabkan menunrunkan unsur Mangan.



BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan dan Saran
5.1.1 Kesimpulan
            Terdapat tiga jenis pH tanah yakni asam dengan pH dibawah 7,00, netral jika pH 7,00, dan basa jika pH diatas 7,00. Tanah sawah, tanah tegalan, tanah agrotechno park dan tanah tererosi merupakan tanah pH asam dengan kisaran pH 5,5 – 6,5. pH keempat jenis tanah dapat diketahui dengan menggunakan larutan H2O dan KCl.

5.1.2 Saran
            Mengetahui pH tanah pelu karena setiap jenis tanah memiliki jenis pH yang berbeda. Dengan mengetahui pH tanah kita dapat menentukan jenis komoditi yang cocok sebagai bahan tanam pada lahan tersebut agar hasil dapat maksimal.


















DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2009. Sifat Kimia Tanah. [on line] http://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/sifat-kimia-tanah/. Minggu, 27-11-2011

Barchia, Faiz. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. [on line] http://faizbarchia.blogspot.com/2009/05/agroekosistem-tanah-mineral-masam.html. (Selasa, 29-11-2011)

Munir, Mohammad. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Jakarta; PT DUNIA PUSTAKA JAYA.

Pemerintah Kabupaten Garut. 2011. Kondisi Tanah [on line] http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/sekilas_geografi_kondisi_tanah (Selasa, 29-11-2011)

Utami, S.N., dan Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik.Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 2, 2003 : 63-69

Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak Kimia Tanah.. Yogyakarta; GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS.

Yunan, dkk. 2006. Karakteristik Tanah Yang Berkembang Dari Batuan Diorit Dan Andesit Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) p: 109-115

laporan kandungan C-organik


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Tanah adalah lapisan yang menyeliputi bumi antara litosfer (batuan yang membentuk kerak bumi) and atmosfer. Tanah adalah tempat tumbuhnya tanaman dan mendukung hewan dan manusia. Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan tanaman dan organisme, membentuk tubuh unik yang menyelaputi lapisan batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai pedogenesis. Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon. Setiap horizon dapat menceritakan mengenai asal dan proses-proses fisika, kimia dan biologi yang telah dilalui tubuh tanah tersebut.
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
     Tanah merupakan elemen dasar yang tidak terpisahkan dalam dunia pertanian. Tanpa adanya tanah mustahil kita bisa menanam padi, palawija, sayuran, buah-buahan maupun kehutanan meskipun saat ini telah banyak dikembangkan sistim bercocok tanam tanpa tanah, misalnya Hidroponik, Airoponik dan lain-lain, tetapi apabila usaha budidaya tanaman dalam skala luas masih lebih ekonomis dan efisien menggunakan media tanah. Mengingat pentingnya peranan tanah dalam usahatani, maka pengelolaan tanah untuk usahatani haruslah dilakukan sebaik mungkin guna menjaga kesuburan tanahnya. Tanah yang memenuhi syarat agar pertumbuhan tanaman bisa optimal tentulah harus memiliki kandungan unsur hara yang cukup,mengandung banyak bahan organik yang menguntungkan.
Tanah yang semula subur dapat berkurang kualitasnya oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah dengan seringnya tanah tersebut dimanfaatkan tanpa mengalami proses istirahat. Dengan seringnya kita memanfaatkan tanah, maka unsur hara yang terkandung di dalamnyapun sedikit demi sedikit akan berkurang. Tanah yang subur dan mudah di olah sangat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
     Tanah yang baik merupakan tanah yang mengandung hara. Unsur yang terpenting dalam tanah agar dapat mendukung kesuburan tanah salah satunya adalah kandungan c-organik. Dimana kandungan c-organik merupakan unsure yang dapat menentukan tingkat kesuburan tanah.
    
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
            Untuk mengetahui definisi C-Organik, karakter (rendah, sedang, tinggi) dari C-Organik dan fungsi pengukuran dari C-organik.
1.2.2 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari C-Organik, karakter (rendah, sedang, tinggi) dari C-Organik dan fungsi pengukuran dari C-organik.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Winarso, (2005) Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya.
Bahan organik  adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman  atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologis, fisika, dan kimia. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik didalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya < 1% di tanah gurun pasir. (Fadhilah, 2010)
Budidaya organik nyata meningkatkan kandungan karbon tanah. Karbon merupakan komponen paling besar dalam bahan organik sehingga pemberian bahan organik akan meningkatkan kandungan karbon tanah. Tingginya karbon tanah ini akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik, kimia dan biologi. Karbon merupakan sumber makanan mikroorganisme tanah,s ehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akan memacu kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksi-reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N dan sebagainya (Utami dan Handayani, 2003).






Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan Asam Humat, Asam Fulfat, N Total, dan K tersedia
No.
Perlakuan
Asam humat (%)
Asam fulfat (%)
N total (%)
K tersedia (mg/100 gr)
1
Pertanian Organik 1
0,33 a
0,35 a
0,23 a
1,78 b
2
Pertanian Organik 2
0,24 d
0,31 b
0,21 cd
1,17 c
3
Pertanian Non organik 1
0,16 f
0,22 de
0,22 b
2,12 a
4
Pertanian Non organik 2
0,26 c
0,22 de
0,21 cd
0,83 d
5
Pertanian Non organik 3
0,26 c
0,17 f
0,19 e
0,66 e
6
Pertanian Non organik 4
0,17 e
0,25 c
0,17 f
0,60 f
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada
                    beda nyata dengan jenjang 95%
Kandungan c-organik menurut tipe fisiogami yakni kedalaman 0-10 cm memiliki kandungan C-organik 4 %, kedalaman 10-20 cm adalah 3,38 % dan kedalaman 20-30 cm adalah 2,52 % dengan harkat sedang sampai tinggi. Fisiognomi II kedalaman 0-10 cm kandungan C-organik adalah 5,00 %, kedalaman 10-20 cm adalah 2,67 % dan kedalaman 20-30 adalah 2,38 % dengan harkat sedang sampai tinggi. Fisiognomi III pada kedalaman 0-10 cm kandungan C-organik adalah 5,63 %, kedalaman 10-20 cm adalah 3,89 % dan kedalaman 20-30 cm adalah 3,56 % dengan harkat tinggi hingga sangat tinggi. kandungan C-organik cenderung menurun dengan semakin dalamnya tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh akumulasi bahan organik yang berasal dari dekomposisi seresah lebih banyak di bagian atas (supriono dkk, 2009). 





BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Pengambilan sampel dilaksanakan pada Hari Rabu, 23 November 2011. Tempat praktikum di Laboratorium Kimia Jurusan Tanah Fakultas Pertanian

3.1. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. kolorimeter
2. Labu ukur 100 ml
3. Pendingin
4. Pipet volume
5. Karet penghisap

3.2.2 Bahan
1. Sampel tanah kering angin
2. Asam sulfat pekat
3. Kalium dikromat 2 N
4. H2O

3.3 Cara Kerja
1.    Menimbang 0,5 g contoh tsnsh ukuran < 0,5 mm, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml
2.    Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 2N, lalu kocok. Tambahkan 7,5 ml H2So4 pekat, kocok dan diamkan selama 30 menit.
3.    Encerkan dengan air murni, dinginkan dan impitkan.
4.    Keesokan harinya ukur extensionnya dengan kolorimeter dengan panjang gelombang 561 nm
5.    Untuk pembanding, buat deret standart 0-250 ppm, dengan interval 50 ppm, sehingga diperoleh deret 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, dan 250 ppm.
6.    Langkah untuk memperoleh deret tersebut, gunakan pipet untuk mengukur 0; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ml dari standar 5000 ppm glukosa 5000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan tiap deret sendiri-sendiri dan diperlakukan sam dengan pengerjaan contoh yaitu ditambahkan K2Cr2O7 2N lalu kocok.
7.    Menambahkan 7,5 ml H2So4 pekat, kocok dan diamkan selama 30 menit.
8.    Mengencerkan dengan air murni, dinginkan dan impitkan untuk masing-masing deret.


BAB 4. PEMBAHASAN

4.1  Definisi C-Organik
      Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, di  rombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air (Anonim, 2010).
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya (Nabilussalam, 2010).
Terdapat beberapa pengertian mengenai c-organik yakni C-Organik (Bahan organik) merupakan bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. C-Organik juga merupakan bahan organik yang terkandung di dalam maupun pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam, dan semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Triesia, 2011).

4.2  Karakter C-Organik
Tanah Titik I memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan Titik II. Hal ini terjadi karena Titik I merupakan Titik permukaan, dimana pada Titik ini tidak terjadi proses pencucian yang dapat menyebabkan tingginya bahan organik yang dikandungnya dan selain itu proses humufikasi berlangsung pada Titik ini. Kandungan bahan organik tertinggi adalah tanah berada pada Titik I, karena adanya proses pelapukan sisa-sisa mikroorganisme yang mati dan berakumulasi diTitik ini.
Tanah Titik II, memiliki kandungan bahan organik yaitu 0,0879 %,ini menunjukkan kandungan bahan organiknya lebih rendah daripada Titik I. Hal ini terjadi karena pada Titik II tidak terdapat humus, dimana humus ini merupakan polimer dari bahan organik. Lagipula Titik II bukan merupakan Titik permukaan. Tanah yang mengandung bahan organik adalah tanah Titik atas atau top soil, karena semakin ke bawah suatu Titik tanah maka kandungan bahan organiknya semakin berkurang sehingga tanah menjadi keras.
Titik III memiliki kandungan bahan organik lebih rendah dibandingkan Titik I, II. Hal ini terjadi karena Titik III merupakan Titik paling dalam dimana semakin dalam tanah semakin kurang kandungan bahan organiknya. Hal ini juga disebabkan karena tingginya kandungan liat tanah Titik terdalam. Karena terjadi pencucian dan akibatnya bahan organiknya kurang tersedia. Jumlah kandungan bahan organik sangat ditentukan oleh faktor kedalaman tanah dan tekstur tanah itu, dan semakin tinggi kandungan liat suatu Titik tanah maka semakin rendah kandungan bahan organiknya. Semakin dalam suatu Titik tanah dan semakin tinggi kandungan liatnya maka kandungan bahan organiknya semakin rendah pula.
Kandungan c-organik pada setiap tanah bervariasi, mulai dari kurang dari 1% pada tanah berpasir, sampai lebih dari 20% pada tanah yang berlumpur. Warna tanah menunjukkan kandungan c-organik tanah tersebut. Tanah yang berwarna hitam kelam mengandung C-organik lebih tinggi. Makin cerah warna tanah kandungan C-organik makin rendah (Darliana, 2011)

4.3  Fungsi C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 2009).
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 2009).

4.4 Analisis Data
            Hasil penelitian mengenai kandungan kimia tanah uang meiliputi kadar air dan c-organik, dapat diketahui mengenai kadar air dan c-organik tanah sawah, tanah tegalan, tanah agrotechno park dan tanah tererosi. Tanah sawah memiliki kandungan kadar air sebesar 33,6% dan c-organik 0,03%. Tanah tegalan memiliki kandungan kadar air sebesar 24% dan c-organik sebesar 0,03%. Sedangkan untuk tanah agrotechno park memiliki kadar air sebesar 25% dan c-organik 0,03%. Dan untuk tanah tererosi kadar air 6,2% dan c-organik 0,02%.
            Perhitungan tersebut didapat dari hasil pengovenan sampel masing-masing jenis tanah. Kemudian sampel yang telah dioven dihitung berdasarkan berat pinggan (wadah sampel), dan berat tanah awal.

4.5 Rekomendasi Dari Hasil Analisis
            Jika kita berupaya untuk menyehatkan kembali di posisi ideal C-Organik minimal yaitu di atas 3 % dibutuhkan pupuk organik yang terfermentasi dengan baik dengan kadar C-Organik yang tinggi. Hal ini butuh volume kubikasi atau tonase yang sangat banyak jumlahnya, untuk memenuhi kebutuhan NPK. Guna menekan tonase pupuk organik tetapi tetap upaya organik maka dibutuhkan pupuk hayati sebagai penambat nitrogen, pelarut phospat dan kalium. Penggunaan pupuk hayati tersebut dapat mempercepat penyehatan lahan pertanian. Pupuk hayati yang mengandung bakteri seperti Azospirrilum, Azoctobacter, Rhizobium dll merupakan pupuk yang mampu menambat nitrogen yang berlimpah ruah di alam bebas yaitu 79%. Phospat dan kalium sangat berlimpah ruah di lahan. Hanya 30 % saja dari pupuk phospat dan kalium yang kita tebar yang larut termanfaatkan oleh tanaman. Sisanya menjadi deposito kita dan sekarang tiba saatnya untuk dinikmati melalui pemakaian pupuk hayati pelarut phospat dan kalium yang mengandung bakteri Pseudomonas, Bacillus dan lain-lain.
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan dan Saran
5.1.1 Kesimpulan
            Dari keempat jenis sampel tanah (tanah sawah, tanah tegalan, tanah agrotchno park dan tanah tererosi), merupakan jenis tanah yang memiliki kandungan c-organik kurang ideal (5%). Rata-rata kandungan c-organik dari 4 jenis tanah adalah 0.03%. Sebagai pereaksi untuk mengetahui c-organik digunakan larutan Asam sulfat pekat dan kalium dikromat 2N.

5.1.2 Saran
            Untuk menghasilkan suatu produk pertanian yang maksimal perlu juga memperhatikan kandungan c-organik dalam tanah, agar dapat diketahui tanaman yang cocok, dak kapan melakukan pergiliran tanaman untuk menjaga kadar         c-organik dalam tanah.




DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2010. Panduan Praktikum Dasar Ilmu Tanah. Malang. FPUB.

Anonim. 2009. Sifat Kimia Tanah. [on line] http://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/sifat-kimia-tanah/. Minggu, 27-11-2011

Darliana, 2011. Pengaruh Jenis Bokasi Terhadap Bobot Isi, C-organik, dan KTK Tanah, Serta Hasil Daun Teh pada Andosols Asal Gambung. [on line] http://p4tkipa.org/lihat.php?id=ARTIKEL&hari=UMUM&%20tanggal=1&%20bulan=Pebruari%20&%20oleh=Darliana. Senin, 28-11-2011.

Fadhilah. 2010. Pengertian tanah bertalian. [on line] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20172/3/Chapter%20II.pdf. Minngu, 27-11-2011

Utami, S.N., dan Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik.Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 2, 2003 : 63-69

Nabilussalam. 2011. C-Organik Dan Pengapuran. Malang. Pesantren Luhur Malang.

Supryono, dkk. 2009. Kandungan C-Organik Dan N-Total Pada Seresah Dan Tanah Pada 3 Tipe Fisiognomi (Studi Kasus Di Wanagama I, Gunung Kidul, Diy). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 1 p: 49-57

Triesia, 2011. Pengertian C-Organik. [on line] http://blog.ub.ac. id/yurike/2011/05/01/c-organik/. Minggu, 27-11-2011

Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak Kimia Tanah.. Yogyakarta; GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS.


             

Kamis, 24 November 2011

Struktur dan tekstur tanah


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Pertanian Ekologis (PE) merupakan sistem budidaya tanaman yang berpihak kepada kelestarian lingkungan hidup serta kesehatan konsumennya.  Pada dasarnya, sistem ini bukan merupakan sebuah konsep baru, tetapi merupakan suatu cara bertani yang sudah dikembangkan sebelum diterapkannya pertanian konvensional (revolusi hijau).  Namun, keakraban petani dengan sistem pertanian konvensional pada saat ini menyebabkan pengetahuan tentang pola pertanian ekologis dan keterampilan dalam menerapkan sistem pertanian yang sejak dulu telah dilakukan tersebut menjadi terlupakan.
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi lempung (clay), debu (silt), dan pasir (sand).Butir tunggal tanah di beri istilah partikel tanah dan golongan partikel tanah diberi istilah fraksi tanah.Penggolongan tekstur tanah didasarkan atas perbandingan kandungan lempung, debu, dan pasir penyusun tanah.Contoh untuk penggolongan tanah lempung adalah tanah sawah (Darmawijaya, 1997).
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang disebut agregat, yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi, sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar bentuk dan ukuran agregat. Dalam hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori, stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering, dan kekerasan (hardness) agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri. (Handayani dan Sunarmianto, 2002)

1.2.  Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
1.  Untuk mengetahui Tekstur dan Struktur Tanah, serta Segitiga Tekstur
2.  Untuk mengetahui Penetapan Tanah Menggunakan Metode Hydrometer Bouyoucos
3.  Untuk mengetahui fungsi Natrium Pyrophospat
1.2.2 Manfaat
1.  Dapat mengetahui Tekstur dan Struktur Tanah, serta Segitiga Tekstur
2.  Dapat mengetahui Penetapan Tanah Menggunakan Metode Hydrometer Bouyoucos
3.  Dapat mengetahui fungsi Natrium Pyrophospat



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Winarso, (2005)Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya.
Definisi dari beberapa tekstur tanah yakni sand merupakan tanah lepas-lepas dan berbutir tunggal yang mudah dilihat dan dirasakan, jika di pijak kering berderai, basah tergumpal meremah. Sandy loam merupakan tanah mengandung cukup pasir melekat karena adanya debu dan lempung , sedangkan pasirnya dapat dirasakan dipijat, kering membentuk gumpalan lagi yang mudah pecah lagi. Loam merupakan tanah yang mengandung sama banyak pasir, debu, dan lempung sehingga terasa agak ngeres, licin dan agak liat. Silt loam merupakan tanah kering menggumpal tetapi mudah pecah. Clay loam tektur tanah yang berstruktur halus yang dapat pecah menjadi gumpalan-gumpalan yang keras jika pecah, jikah basah pijatan membentuk batang-batang tipis yang sukar pecah. Clay merupakan tanah yang berstruktur halus yang biasanya membentuk gumpalan-gumpalan kerasyang kering. Beberapa tanah jenis lempung halus kadar koloidnya sangat tinggi konsistensinya gembur dan dan kurang liat dalam sembarang kandungan air (Darmawijaya, 1997)
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang disebut agregat, yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi, sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar bentuk dan ukuran agregat. Dalam hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori, stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering, dan kekerasan (hardness) agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri.  struktur tanah berpengaruh terhadap gerakan air, gerakan udara, suhu tanah dan hambatan mekanik perkecambahan biji serta penetrasi akar tanaman. Karena kompleknya peran struktur, maka pengukuran struktur tanah didekati dengan sejumlah parameter antara lain bentuk dan ukuran agregat, agihan ukuran agregat, stabilitas agregat, persentase agregasi, porositas (BV, BJ), agihan ukuran pori, dan kemampuan menahan air (Handayani dan Sunarmianto, 2002)
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun) dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas, yang menyimpang dari tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak yang hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10 – 15 cm dari muka tanah dan setebal 2 – 5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan besi, tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi tanaman semusim. Lapisan bajak tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran dan regosol, samara-samar pada tanah aluvial dan grumosol (Pamungkas, 2006).


BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Pengambilan sampel dilaksanakan pada Hari Rabu, 16 November 2011.Tempat praktikum di Laboratorium Fisika Jurusan Tanah Fakultas Pertanian

3.1. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Hydrometer
2. Timbangan dengan ketelitian 0,01 g
3. Pengaduk batang gelas
4. Botol semprot
5. Eksikator
6. Beaker glass 600 ml
7. Pengaduk tekstur
8. Cawan alumunium
9. Oven

3.2.2 Bahan
1. Sampel tanah kering angin
2. Hydrogen peroksida (H2O2) 30%
3. Natrium pyrophospat (Na2Po4O7) 0,2%

3.3 Cara Kerja
1.    Timbang 50g tanah kering angin (untuk tanah-tanah bertektstur kasar gunakan 100g), masukkan ke dalam gelas piala 600 ml atau ukuran lebih besar. Tentukan juga kadar lengasnya.
2.    Masukkan 30 ml Hydrogen Peroksida (H2O2) ke dalam gelas piala yang telah berisi sampel tanah. (amati reksi yang terjadi selama 30 menit, apabila buih melebihi gelas piala, semprotkan air kemudian biarkan semalam)
3.    Tambahkan 25ml larutan pendisper Natrium pyrophospat (Na2Po4O7) 0,2 N
4.    Tambahkan air-demineral kurang lebih 200 ml
5.    Aduk dengan shaker selama (5-10) menit
6.    Tuangkan seluruhnya kedalam tabung sedimen 1000 ml dengan bantuan botol semprot dan biarkan semalam. Keesokan harinya penuhkan tabung sedimen sampai volume 1000 ml dan aduk sampai homogeny. Kemudian dilanjutukan dengan pengukuran fraksi menggunakan hydrometer.
7.    Dengan cara yang sama, tetapi tanpa contoh tanah dibuat penetapan blanko
8.    Pengukuran fraksi (debu+lempung)
Siapkan stopwatch, aduk lagi suspensi selama 30 detik dan pengadukkan diakhiri dengan 2-3 kali gerakan yang lebih lambat. Segera maskkan hydrometer kedalam suspensi dengan hati-hati dan tepat 40 detik setelah pengadukan baca skala hydrometer, misal (R40detik). Lakukan juga untuk blanko (RB(40detik)).
9.    Pengukuran fraksi lempung
Selanjutnya suspensi dibiarkan selama 2 jam. Segera masukkan hydrometer ke dalam suspensi dengan hati-hati dan baca skala hydrometer, misal (R2jam). Lakukan juga untuk blanko (RB(2jam))















BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tekstur, Struktur Tanah dan Segitiga Tekstur
4.1.1 Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi lempung (clay), debu (silt), dan pasir (sand). Butir tunggal tanah di beri istilah partikel tanah dan golongan partikel tanah diberi istilah fraksi tanah.Penggolongan tekstur tanah didasarkan atas perbandingan kandungan lempung, debu, dan pasir penyusun tanah.  Definisi dari beberapa tekstur tanah yakni sand merupakan tanah lepas-lepas dan berbutir tunggal yang mudah dilihat dan dirasakan, jika di pijak kering berderai, basah tergumpal meremah. Sandy loam merupakan tanah mengandung cukup pasir melekat karena adanya debu dan lempung , sedangkan pasirnya dapat dirasakan dipijat, kering membentuk gumpalan lagi yang mudah pecah lagi. Loam merupakan tanah yang mengandung sama banyak pasir, debu, dan lempung sehingga terasa agak ngeres, licin dan agak liat. Silt loammerupakan tanah kering menggumpal tetapi mudah pecah. Clay loam tektur tanah yang berstruktur halus yang dapat pecah menjadi gumpalan-gumpalan yang keras jika pecah, jikah basah pijatan membentuk batang-batang tipis yang sukar pecah. Clay merupakan tanah yang berstruktur halus yang biasanya membentuk gumpalan-gumpalan kerasyang kering. Beberapa tanah jenis lempung halus kadar koloidnya sangat tinggi konsistensinya gembur dan dan kurang liat dalam sembarang kandungan air (Darmawijaya, 1997).

4.1.2 Struktur Tanah
Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan saling mengikat partikel-partikel tanah. Ikatan partikel tanah itu berwujud sebagai agregat tanah, agregat tanah tersebut dinamakan ped. Gumpalan tanah yang terbentuksebagai akibat penggarapan tanah (clod), atau yang terbentuk karena sebab lain dari luar (fragmen), atau yang terbentuk karena akumulasi local senyawa-senyawa yang mengikat partikel tanah (konkresi) tidak terasuki apa yang dinamakan agregat tanah. Struktur danah berdasarkan pengamatan dibedakan menjadi tiga yakni tipe struktur, klass struktur, dan derajat struktur (Darmawijaya, 1997).
Pengamatan dilapangan pada umumnya didasarkan atas type struktur, klas struktur dan derajat struktur. Ada macam-macam tipe tanah dan pembagian menjadi bermacam-macam klas pula. Di sini akan dibagi menjadi 7 type tanah yaitu : type lempeng ( platy ), type tiang, type gumpal ( blocky ), type remah ( crumb ), type granulair, type butir tunggal dan type pejal ( masif ). Dengan pembagian klas yaitu dengan fase sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar. Untuk semua type tanah dengan ukuran klas berbeda-beda untuk masing-masing type. Berdasarkan tegas dan tidaknya agregat tanah dibedakan atas : tanah tidak beragregat dengan struktur pejal atau berbutir tunggal, tanah lemah ( weak ) yaitu tanah yang jika tersinggung mudah pecah menjadi pecahan-pecahan yang masih dapat terbagi lagi menjadi sangat lemah dan agak lemah tanah sedang/cukup yaitu tanah berbentuk agregat yang jelas yang masih dapat dipecahkan, tanah kuat ( strong ) yaitu tanah yang telah membentuk agregat yang tahan lama dan jika dipecah terasa ada tahanan serta dibedakan lagi atas sangat kuat dan cukupan (Baver dalam Nur, 2010)

4.1.3 Segitiga Tekstur
            segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas-kelas testur tanah. ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut. misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42% dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam golongan tanah bertekstur Liat (Syakur, 2007)
4.2 Penetapan Tanah Dengan Metode Hydrometer Bouyoucos
Metode hydrometer Bouyoucos diadaptasi dari Gee and Bauder (1986)) digunakan untuk menentukan tekstur tanah denda fraksi bumi (<2000 pM) dari sampel tanah. Metode ini mengikuti USDA klasifikasi tanah untuk ukuran partikel. Hidrometer adalah pengukuran mengambang merancang yang digunakan untuk menentukan kepadatan solusi. Bouyoucos hidrometer dikalibrasi untuk mengukur gram tanah per liter suspensi. Jika akan menentukan pasir persen, lanau, dan komposisi tanah liat sampel tanah dengan mengambil keuntungan dari sifat yang berbeda dari ketiga jenis partikel. Ketika sebuah sampel tanah ditangguhkan dalam air, pasir akan mengendap di sekitar 40 detik, meninggalkan lumpur dan tanah liat tersuspensi dalam air dan masih memberikan kontribusi dengan kepadatan suspensi. Lumpur akan menetap keluar dari suspensi dari 2 berikutnya atau lebih dari 2 jam, kemudian meninggalkan tanah liat di belakang sebagai partikel tanah hanya untuk berkontribusi kepadatan suspensi. Sebelum mengambil bacaan dengan hydrometer itu, agregat tanah harus dipecah baik secara fisik dan kimia. Pemilahan Fisik dicapai dengan menggiling sampel tanah. Partikel-partikel tanah liat memiliki kecenderungan untuk menarik satu sama lain.

4.3 Fungsi Natrium Pyrophospat   
            Natrium pyrophospat merupakan senyawa kimia yang berguna sebagai pendisper.  Dimana tanah yang akan dimaskkan ke dalam tabung sedimen sebelumnya diberi larutan natrium pyrophospat dan selanjutnya ditambah air demineral. Dengan pemberian Natrium Pyrophospat larutan tanah akan lebih mudah homogen dan dapat diketahui kadar lengasnya.

4.4 Tekstur dan Struktur
4.4.1 Tekstur dan Struktur Tanah Sawah
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun) dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas, yang menyimpang dari tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak yang hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10 – 15 cm dari muka tanah dan setebal 2 – 5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan besi, tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi tanaman semusim. Lapisan bajak tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran dan regosol, samara-samar pada tanah aluvial dan grumosol (Pamungkas, 2006).
Tekstur tanah sawah merupakan tanah Clay loam.. Clay loam tektur tanah yang berstruktur halus yang dapat pecah menjadi gumpalan-gumpalan yang keras jika pecah, jikah basah pijatan membentuk batang-batang tipis yang sukar pecah.
Derajat struktur tanah sawah merupakan strong atau kuat, dimana struktur tanah membentuk ped yang tahan lama, dan jika dipecah menggunakan jari agak terasa ada tahanan. Bentuk agregat tanah sawah sendiri merupakan tanah yang berbentuk granular atau berbutir-butir, berbentuk butiran-butiran lepas. Sementara untuk ukuran agregat tanah sawah (halus) membentuk gumpalan-gumpalan menyudutdengan ukuran (5-10 mm), dengan ukuran lempeng tipis yakni (1-2 mm).

4.4.2 Tekstur dan Struktur Tanah Tegalan
            Tekstur tanah tegalan tegolong tanah jenis Loam. Loam merupakan tanah yang mengandung sama banyak pasir, debu, dan lempung sehingga terasa agak ngeres, licin dan agak liat.
Derajat struktur tanah tegalan merupakan tanah yang tergolong tanah moderat atau cukup, diamana tanah masih membentuk ped yang jelas dan masih dapat dipecah. Tanah tegalan merupakan tanah yang memiliki bentuk agregat prismatic atau prisma, dimana ukuran vertikal lebih besar daripada ukuran horizontal, dengan bentuk ujung persegi. Sedangkan untuk ukuran agregat tanah tegalan tergolong medium dengan ukuran 20-50 mm, dan lempeng dengan ukuran 2-5 mm.

4.4.3 Tekstur dan Struktur Tanah Agrotechno Park
            Tekstur tanah agrotechno park merupakan jenis tanah Silt loam. Silt loam merupakan tanah kering menggumpal tetapi mudah pecah, basah terasa empuk dan menepung, mudah melekat antara partikel satu dengan pertikel yang lain dan membentuk gumpalan-gumpalan yang keras.
            Derajat struktur tanah agrotechno park merupakan tanah yang tergolong remah atau weak dimana tanah mudah hancur menjadi pecahan yang lebih kecil apabila tersentuh. Bentuk agregat untuk tanah agrotechno park merupakan tanah prismatic atau prisma, dimana ukuran vertikal lebih besar daripada ukuran horizontal, dengan bentuk ujung persegi. Ukuran agregat tanah agrotechno park termasuk tanah yang halus, dengan ukuran lempeng tipis, membentuk prisma tiang dengan ukuran 10-20 mm dengan gumpalan 5-10 dan remah 1-2 mm.




4.4.4 Tekstur dan Struktur Tanah Tererosi
            Tekstur tanah tererosi merupakan tekstur yang termasuk dalam golongan Sandy loam. Sandy loam merupakan tanah mengandung cukup pasir melekat karena adanya debu dan lempung , sedangkan pasirnya dapat dirasakan dipijat, kering membentuk gumpalan lagi yang mudah pecah lagi, basah menggumpal membentuk liat lagi.
            Derajat sruktur tanah tererosi adalah weak atau lemah yakni mudah hancur menjadi pecahan yang lebih kecil apabila tersentu. Bentuk agregat tanah tererosi blocky atau gumpal, kubus ukuran vertikal sama dengan ukuran horizontal dengan bentuk ujungnya menyudut. Ukuran agregat kasar yakni lebih dari 100 mm dengan ukuran lempeng lebih dari 10 mm.

4.5 Rekomendasi
            Tanah sawah memiliki persentase lempung 32%, debu 48%, dan pasir 20%, sehingga jika ingin mengoptimalkan tanah, sebaiknya ditanamu dengan tanaman pangan (padi ataupun palawija, misal kacang-kacangan dan jagung).
Tanah tegalan memiliki persentase lempung 29.6%, debu 51,8%, dan pasir 18,5% sehingga tanaman yang akan tumbuh optimal pada tanah yang berjenis tegalan adalah Tumbuhan penutup tanah yang dipilih dapat berupa semak maupun herba. Jenis-jenis yang diutamakan adalah dari jenis kacang-kacangan, dapat bersimbiosa dengan bakteri penambat nitrogen, memiliki perakaran yang kuat, serta banyak menghasilkan serasah, seperti: Centrosema, Tephrosia, Crotalaria, Indigofera, Eupatorium, dan jenis lain yang sesuai. Tanaman-tanaman ini berguna untuk mengurangi laju aliran permukaan (run-off), memperbaiki profil tanah khususnya bagian top-soil, dan juga diharapkan akan ikut memperbaiki iklim mikro. Bisa juga ditanami dengan tanaman musiman atau tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura.
Tanah Agrotechno Park merupakan jenis tanah dengan kandungan 8,7%, debu 26,1% dan pasir 65,2%. Pada jenis tanah seperti ini tanaman yang cocok adalah Jenis tanaman yang diusahakan pada lahan ini antara lain jagung, kedelai, kacang tanah, sayur-sayuran, kelapa dan buah-buahan.
Terakhir adalah jenis tanah tererosi, yakni tanah yang memiliki kandungan lempung 10,3%, debu 20,5%, dan pasir 69,2%. Tanaman yang cocok pada jenis tanah seperti ini adalah jenis tanaman pepohonan atau tanaman yang memiliki akar kuat. Karena selain sebagai aspek budidaya tanaman tersebut dapat menopang tanah.
           
           
















BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa tekstur tanah memiliki karakteristik sendiri bagi media tanam,tekstur tanah yang baik yaitu tanah yang berlempung,sedangkan stuktur tanah sendiri yaitu merupakan perbandingan kandungan partikel-partikel tanah primer yaitu debu, liat dan pasir dalam satu masa tanah. Untuk mengetahui tekstur tanah kita harus mendispersi dengan larutan Natrium Pyrophospat.

5.2 Saran
Untuk memaksimalkan penggunaan lahan ketahui terlebih dahulu tekstur dan strukturnya, agar keadaan tanah dapat sesuai dengan yang kita harapkan.






DAFTAR PUSTAKA

Darmawijaya, Isa. 1997.Klasifikasi Tanah. Yogyakarta; GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS.

Handayani, S., dan Sunarmianto. 2002. Kajian Struktur Tanah Lapis Olah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (1) (2002) pp 10-17

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia.Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya

Nur, Ahmad. 2010. Pertanian. [on line] http://ahmadnur09.blogspot.com/2010/11/tipe-struktur-tanah-platy-lempeng-tanah.html (selasa, 22-11-2011).

Pamungkas, Putra. 2006. Tanah Sawah.http://klastik.wordpress.com/2006/12/02/41/. [on line] selasa, 15-11-2011

Syakur. 2007. Segitiga Tekstur. [On line] http://mbojo.wordpress.com/2007/08/ 15/segitiga-tekstur/. (selasa, 22-11-2011)

Utami, S.N., dan Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik.Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 2, 2003 : 63-69

Yuwono.Nasih. 2011.Kesuburan dan Produktivitas Tanah Sawah. http://nasih.wordpress.com/2011/05/15/kesuburan-dan-produktivitas-tanah-sawah/.[on line] Selasa, 15-11-2011